Monday, September 1, 2008

Indonesia - Eksploitasi dan pelanggaran: situasi sulit pekerja rumah tangga perempuan

Amnesty International
Report (PDF)
Indonesia - Eksploitasi dan pelanggaran: situasi sulit pekerja rumah tangga perempuan  

excerpt, introduction
Ratna mulai bekerja sebagai PRT ketika dia berumur 13 tahun…“Saya berhenti sekolah karena setelah bapak saya meninggal, keluarga saya tidak punya cukup uang untuk membayar sekolah saya… [saya mendapat majikan pertama saya] melalui para tetangga saya… Saya diberitahu bahwa gaji yang akan saya terima Rp 350.000 (US$40) per bulan. Tetapi saya hanya dibayar Rp150.000 (US$ 17) per bulan …”

Dia mengatakan kepada Amnesty International bahwa dia merasa ‘tertipu’ dalam proses rekrutmen, karena majikan perempuannya ternyata kasar: “[Majikan saya] menyiram air panas ke saya bila dia marah. Dia bilang saya salah… pekerjaan saya tidak cukup bagus… Dia juga melempar panci ke saya dan sekali pernah dia hampir menggunakan setrika untuk memukul saya”…

“Saya membersihkan rumah, memasak, mengepel lantai, dan mengurus anak-anak… setiap hari dari pukul lima pagi sampai tengah malam”. Tidak boleh istirahat. “Satu-satunya waktu saya bisa keluar rumah adalah ketika saya menjemur pakaian… seminggu sekali… Majikan saya mengatakan: “Perempuan tidak boleh pergi keluar”.

“[Saya tidur] di dapur…tanpa kasur… hanya di lantai. Saya tidak punya kunci [ke kamar]. Saya kedinginan… takut…Majikan saya mengunci saya di dalam kamar [setiap malam], dan mengatakan bahwa hal itu untuk penjagaan saya. Saya tidak bisa pergi ke kamar mandi selama jam tidur”.

Ratna tidak diperbolehkan menelepon atau mengirim surat. Majikannya mengatakan bahwa itu terlalu mahal. Dia tidak bisa mengontak keluarganya, dan tidak pernah menerima kabar dari mereka.

Pengalaman Ratna bersama dua majikan lainnya juga serupa. Dia menderita karena kondisi kerja yang buruk serta penyiksaan fisik dan psikologis. Majikan keduanya meludahi dia  “pada pagi hari, pada siang hari, pada sore hari dan malam”, dan tidak menggajinya. Ketika dia di sana, dia tidur di gudang: “tidak ada pintu… dan sangat kecil. Banyak barang di sekitarnya dan bau”. Majikan ketiganya suka berteriak kepadanya dan sering menamparnya. Dia pernah tidak diberi makan selama tiga hari. Di sana dia dipaksa bekerja dari pukul 5 pagi sampai pukul 1 dini hari tanpa ada waktu istirahat.

Ratna teringat bahwa ketika kakaknya meninggal, ibunya berhasil memberi tahu dia dan meminta dia pulang untuk menghadiri penguburan kakaknya, tetapi dia tidak diizinkan oleh majikannya sehingga tidak bisa pergi. Ibunya mencari tahu mengapa dia tidak datang, tetapi Ratna tidak memberi tahu dengan jujur tentang situasinya. “Sampai sekarang, ibu saya tidak tahu apa yang telah terjadi kepada saya. [Saya takut dan malu untuk bercerita kepadanya. [Bahkan sampai sekarang pun] saya tidak memberi tahu tentang pengalaman saya… [saya merasa] terlalu malu”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.